Home » , , » Besarnya Perjuangan Seorang Guru

Besarnya Perjuangan Seorang Guru

Written By rio on Saturday, January 5, 2013 | Saturday, January 05, 2013


Besarnya Perjuangan Seorang Guru

Kehulu memotong pagar
Jangan terpotong batang durian
Cari guru tempat belajar
Jangan jadi sesal kemudian

        Sejak manusia dilahirkan sampai menjelang akhir hayatnya, hidup manusia tidak pernah terlepas dari peran berguru dan menggurui orang lain. Mustahil jika dalam hidup kita tidak pernah merasa berguru dan menggurui, bahkan secara tidak sadar, alam semesta pun adalah guru yang telah mengajarkan kita akan warna warni kehidupan. Sejak kecil, orang tua kita sudah menjadi guru pertama dalam hidup kita, dan rumah sebagai sekolah pertama. Kemudian kita bersekolah dan menemukan guru baru disana yang juga menjadi orang tua kita kedua.
Dalam tulisan ini, penulis akan membahas tentang guru yang kedua, yaitu guru disekolah. Berbicara masalah guru di sekolah, tidak pernah terlepas dari berbagai isu dan permasalahan yang melanda guru di negeri ini, mulai dari tertundanya gaji guru yang tidak dibayarkan rutin perbulan, gaji guru honorer, kesejehteraan guru, guru yang tidak layak mengajar, guru yang gaptek, sampai guru “jadi-jadian”.
Saya selaku seorang guru yang selalu teringat dengan kata-kata guru saya ketika masih belajar di Pondok Pesantren, beliau berkata; “orang sukses dalam defenisi kita adalah  mereka yang mengajar sebait kata di sebuah surau dibelakang sebuah bukit, meskipun kamu menjadi presiden sekalipun, jangan pernah lupa untuk menjadi guru dan mengajarkan muridmu meski satu kata”,  hati saya pun bergetar mendengar kalimat tersebut, betapa hebat dan mulianya menjadi seorang guru, dan dari sinilah saya bercita-cita ingin menjadi seorang pendidik yang sangat mulia ini. Dan bagi saya, menjadi seorang guru tidak mesti harus menjadi PNS, mengajar di sekolah, dan punya kelas. Tetapi ketika kita mau mengajarkan orang-orang yang membutuhkan ilmu dari kita, maka kita sudah menjadi seorang guru.

Guru memiliki andil yang sangat besar dalam membawa perubahan pada sebuah bangsa, karena guru memang ujung tombak sebuah negeri, penggerak perubahan bangsa. kemajuan dan kemunduran sebuah negara tidak pernah terlepas dari peran para guru dalam pendidikan. Guru juga memiliki peran yang sangat besar dalam mewujudkan keadilan pendidikan secara nasional. Berbicara tentang keadilan pendidikan secara nasional, masalah yang selalu muncul adalah kebijakan yang dibuat oleh pemerintah, salah satunya adalah Ujian Nasional.
Pengambilan kebijakan yang kadang terlihat sepihak dan tidak melibatkan guru sebagai patner pemerintah dalam memutuskan sebuah keputusan. Sehingga terkesan guru didikte oleh pemerintah dalam melaksanakan kebijakan tersebut. Semua terjadi karena pemerintah tidak menjadikan guru sebagai mitra mereka dalam membuat sebuah kebijakan. Seyogianya, bukan pemerintahlah yang mendikte dan mengintervensi guru sampai guru seakan seperti boneka, tetapi gurulah yang harus mampu mengintervensi kebijakan pemerintah dengan ide-ide cemerlang dan kreatifnya.

Kerena yang selama ini mengetahui apa yang harus diberikan di lapangan kepada peserta didik adalah guru, bukanlah pemerintah yang hanya sekedar membuat konsep , namun tidak mengetahui jelas apa yang terjadi dilapangan. Pemerintah sebagai pengendali kebijakan pendidikan, seyogianya juga memberikan kesempatan pada guru dalam mengekspresikan pendapat. Dengan begini, secara tak langsung akan mendorong peningkatan kualitas pendidikan nasional. 
Guru mesti ditempatkan sebagai mitra, bukan sebagai ancaman. Sebaik apapun konsep pendidikan, kalau tidak melibatkan guru, maka konsep itu tidak akan berhasil. Guru adalah ujung tombak keberhasilan pendidikan kita. Karenanya, sebelum pemerintah mengeluarkan kebijakan yang terkait dengan pendidikan, semestinya guru dilibatkan. Hal terpenting di sini adalah komitmen pemerintah menempatkan guru sebagai profesi dalam arti sesunggunya, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Guru dan Dosen (UUGD). (sumber: http://www.zamzamizainuddin.com/2012/04/ham-hantui-guru.html)
Dalam kasus ujian Nasional misalnya, kita melihat dan mengetahui bersama tentang tugas seorang guru yang kadang berubah fungsi dari seorang pendidik menjadi tenaga administrasi yang hanya melatih murid mampu menjawab soal-soal Ujian Nasional. Bukan lagi mendidik siswanya, tetapi berubah fungsi menjadi pemberi informasi saja.

Seyogiannya, guru yang sebagai pendidik dan aktivis gerakan harus mampu memberikan kritikan yang membangun terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak sesuai dengan dunia pendidikan kita sekarang. Sebagai orang yang langsung terlibat di lapangan, harus mampu memberikan konsep yang professional kepada pemerintah dalam membuat sebuah kebijakan.
Guru harus mampu membuat sebuah "perlawanan" yang bertujuan kearah terwujudnya pendidikan yang berkualitas dan demokrasi, pendidikan yang bisa dinikmati oleh semua kalangan masyarakat tanpa memandang kasta, serta mewujudkan pendidikan yang adil tanpa diskriminatif. Guru jangan hanya sekedar “kami mendengar dan kami melaksanakan” (sami’na wa ‘atha’na) dari setiap kebijakan yang kadang bertentangan dengan hati nuraninya.
Selaku guru, mari kita galakkan sebuah "perlawanan" untuk membangun pendidikan negeri ini. Tentunya perlawanan disini adalah perlawanan yang positif. Yaitu melawan dari kegaptekan kita dalam dunia teknologi, kagagapan kita dalam dunia menulis. Jika kedua hal ini bisa di kuasai oleh para guru. Pasti, akan banyak melahirkan sejuta tulisan guru yang akan membangun pendidikan, tulisan luar biasa yang akan meluluhkan hati para pembuat kebijakan. Sehingga tidak perlu ada lagi perlawanan guru dengan berdemonstrasi. Karena seratus tulisan guru dengan ide yang brilian akan lebih hebat dari seribu guru berdomonstrasi di lapangan. Itulah kekuatan sebuah tulisan.

Mari kita ganti senjata mulut kita dengan pena, senjata paling ampuh adalah qalam, guru harus mampu melakukan perlawanan perubahan dengan senjata ini. Mari kita menulis dan menjadikan internet sebagai alat untuk mecerahkan dunia pendidikan. Guru harus mampu menguasai internet, sehingga akan mampu melahirkan banyaknya tulisan tentang pendidikan di dunia maya. Penulis sebagai seorang guru, membuat blog dan menulis tulisan pendidikan karena terinspirasi dari sebuah blog pendidikan seorang guru kreatif, beliau adalah Wijaya Kusumah, S.Pd, M.Pd (http://www.wijayalabs.com). Beliau juga aktif menulis di Kompasiana (http://kompasiana.com/wijayalabs) dan telah menerbitkan sejumlah buku tentang pendidikan, salah satu bukunya adalah: “Menjadi Guru Tangguh Berhati Cahaya
Buku yang mengajarkan bahwa guru yang berkualitas, akan melahirkan peserta didik yang berkualitas pula. Guru yang harus menanamkan nilai kejujuran kepada siswanya sebagai pangkal dari pendidikan karakter. Jika kejujuran sudah ditanamkan oleh para guru kepada muridnya  di sekolah, maka guru telah mengajarkan generasi bangsa bersikap jujur dan takut menjadi koruptor. Jika pendidikan jujur telah menjadi budaya di sekolah, maka akan mengurangi jumlah koruptor di negeri ini.  Buku yang juga menjelaskan bahwa guru yang harus mampu memperkaya diri dengan banyak membaca buku, mengikat ilmunnya dengan cara menuliskannya, hal ini mengingatkan saya akan perkataan Imam Syafi’e yang sangat terkenal.

“Ilmu bagaikan binatang liar dan menulis adalah tali pengikatnya.
Ikatlah hewan buruanmu dengan tali yang kuat
Adalah bodoh sekali jika anda memburu seekor kijang
Kemudian anda lepaskan begitu saja tanpa tali pengikat.”(Imam Syafi’e)
Ungkapan Imam Syafi’e yang bermakna jika ilmu yang kita miliki tidak dijaga dalam bentuk tulisan, maka akan mudah lari meninggalkan kita, ibarat binatang liar yang lari tanpa diikat. Selaku guru yang selalu bergelut dalam dunia ilmu dan selalu bergaul dengan yang namanya ilmu, akan sangat sia-sia jika banyaknya ilmu yang dimiliki guru tidak diikat dalam bentuk tulisan. Seandainya saja seluruh guru Indonesia “mengikat” ilmu dan pemikiran mereka dalam bentuk tulisan, tentu saja negeri ini akan memiliki ilmu yang berlimpah ruah dan akan menjadikan Indonesia emas dan "andalusia" baru sebagai sentral ilmu pengetahuan dunia.
Sebagai harapan, blog Wijaya Kusumah, harus menjadi pelopor dan penyemangat bagi seluruh guru di tanah air ini untuk bangkit berjuang melalui pena, mencurahkan seluruh ide dan pemikiran mereka terhadap dunia pendidikan di Indonesia. Penulis yakin blog tersebut akan mampu mengisnspirasi para guru di seluruh Indonesia untuk meniru beliau dalam mencerahkan dunia pendidikan dengan tulisan-tulisannya. Bayangkan saja jika para guru di seluruh negeri ini memiliki blog guru, maka akan mampu kita galakkan sejuta blog pendidikan di Indonesia.
Kita hilangkan pernyataan tentang guru yang melek internet. Kita jadikan internet sebagai alat untuk mengampanyekan pendidikan dengan segudang pemikiran yang kita tuangkan dalam tulisan. Berbagai ide kreatif dan informasi pendidikan yang selama ini tidak di ketahui oleh khalayak ramai akan terekspos di dunia maya.
Masih sangat banyak sekolah-sekolah di pelosok negeri ini yang sangat tidak layak dikatakan sekolah karena bangunannya yang mirip dengan kandang kambing bahkan hampir roboh. Dunia pendidikan yang dimana para muridnya harus melintasi arus sungai yang kuat, mendaki gunung yang tinggi dan menempuh jarak puluhan kilometer, semua peristiwa ini harus ditulis dan di publikasikan di dunia maya agar semua kita tau dan membuka mata pemerintah bahwa masih banyak fasilitas pendidikan yang harus diperhatikan di negeri ini. Dari sinilah peran para guru sangatlah penting dalam memperjuangkan keadilan pendidikan secara nasional di negeri ini. Sehingga guru akan menjadi pembela keadilan bagi dunia pendidikan.
Oleh karena itu, semua guru dari kota metropolitan sampai ke pelosok belantara hutan harus menguasai internet, agar masyarakat dan para penguasa mengetahui bagaimana perkembangan pendidikan di seluruh penjuru negeri ini. Para guru memiliki peran yang sangat signifikan dalam mewujudkan keadilan pendidikan secara nasional, dan bangkitnya para guru untuk mengkampenyekan gerakan guru menulis dan melek intenet.
Semoga dengan terlahirnya para guru yang tangguh dan berhati cahaya, serta guru yang cerdas dalam berdakwah dengan kalam (pena), tentunya akan lahir generasi Indonesia yang cerdas pikiran dan cerdas nuraninya, juga akan mampu membuka mata pemerintah terhadap dunia pendidikan yang masih buram. 
  

1 komentar: